Rabu, 13 Juni 2018

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat


Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan yang dimaksud dengan Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pemerintah membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang betugas menilai apakah suatu perjanjian atau kegiatan usaha bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 1999. KPPU  merupakan suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain dan  bertanggung jawab kepada Presiden (pasal 30 UU No. 5 Tahun 1999).
Dalam menilai apakah dalam suatu merger telah terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, KPPU berpedoman pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa penilaian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”) mengenai apakah suatu akusisi mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dengan melakukan analisa sebagai berikut:
1.    Konsentrasi pasar artinya menilai apakah akuisisi dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan  Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2.    Hambatan masuk pasar artinya mengidentifikasi hambatan masuk pasar (entry barrier) dalam pasar yang bersangkutan. Apabila  di pasar eksistensi  entry barrier rendah maka akuisisi cenderung tidak menimbulkan dugaan praktik monopoli, namum dengan eksistensi hambatan masuk pasar yang tinggi berpotensi menimbulkan dugaan praktik monopoli
3.    Potensi perilaku anti persaingan artinya penilaian jika akuisisi melahirkan satu pelaku usaha yang relatif dominan terhadap pelaku usaha lainnya di pasar, memudahkan pelaku usaha tersebut untuk menyalahgunakan posisi dominannya untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan dan mengakibatkan kerugian konsumen..
4.    Efisiensi yaitu penilaian jika akusisi dilakukan dengan alasan untuk efisiensi perusahaan. Dalam hal ini, perlu dilakukan perbandingan antara efisiensi yang dihasilkan dengan dampak anti-persaingan yang dicapai dalam merger tersebut. Jika nilai dampak anti-persaingan melampaui nilai efisiensi yang dihasilkan akusisi, maka persaingan yang sehat akan lebih diutamakan dibanding mendorong efisiensi bagi pelaku usaha.
5.    Kepailitan artinya yaitu  penilaian jika akusisi dilakukan dengan alasan menghindari terhentinya badan usaha tersebut beroperasi di pasar. Apabila badan usaha tersebut keluar dari pasar dan menyebabkan kerugian konsumen lebih besar, maka akusisi tersebut tidak berpotensi menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
2.2        MACAM-MACAM LARANAGN MONOPOLI
1.   Monopoli
     Pelaku usaha Pasal 17
Dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang akan mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasanaran barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a.         Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya;
b.        Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan uasah barang dan atau jasa yang sama;
Penjelasan : yang dimaksud dengan pelaku usaha lain adalah pelaku usaha yang mempunyai kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar bersangkutang.
c.         Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2.   Monopsoni
     Pelaku usaha Pasal 18
Dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar persaingan. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Patut diduga dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a.      Apabila satu usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis baerang atau jasa tertentu.
3.   Penguasaan Pasar
     Pelaku usaha Pasal 19
Dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
a.      Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melekukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
Penjelasan : menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu tidak boleh dilakukan dengan cara yang tidak wajar atau dengan alasan non-ekonomi, misalnya karena perbedaan suku, ras, status social, dan lain-lain.
b.      Menghalagi konsumen atau pelanggan pelaku usaha persaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu.
c.      Membatasi perbedaan dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan.
d.      Melakukan praktek monopoli terhadap pelaku usaha tertentu.
Pelaku usaha Pasal 20
         Dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jaul rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya dipasar bersangkutan. Sehingga  dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
     Pelaku usaha Pasal 21
          Dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian komponen harga barang dan atau jasa yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Penjelasan : kecurangan dalam menerapakan biaya produksi dan biaya lainnya adalah pelanggran terhadap peraturan perundang-undanagan yang berlaku untuk memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya.
4.   Persekongkolan
Pelaku usaha Pasal 22
     Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehinngga dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat. Penjelasan : tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan untuk mengadakan barang-barang atau menyediakan jasa.
Pelaku usaha Pasal 23
     Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha persaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehinngga dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Pelaku usaha Pasal 24
     Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghmbat produksi adan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok dipasar bersangkurtan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

2.3 PENGERTIAN KPPU
Sesuai dengan ketentuan UU 5/1999, KPPU adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain. KPPU bertanggung jawab kepada presiden dan anggota komisi ini diangkat dan diberhenkan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari orang-orang yang memiliki pengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan/atau ekonomi. Pembentukan KPPU serta organisasinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Oleh sebab itu, dak diragukan lagi bahwa secara formal maka komisi ini memiliki posisi yang independen dan cukup untuk bebas melaksanakan kewenangan-kewenangan yang diberikan kepadanya.
2.4  PENEGAKAN HUKUM dan PERSAINAGAN DI INDONESIA
Hukum persaingan merupakan salah satu perangkat hukum penting dalam ekonomi pasar (market economy). Melalui hukum persaingan usaha, pemerintah berupaya melindungi persaingan yang sehat antar pelaku usaha di dalam pasar. Khemani (1998) menjelaskan bahwa persaingan yang sehat akan memaksa pelaku usaha menjadi lebih efisien dan menawarkan lebih banyak pilihan produk barang dan jasa dengan harga yang lebih murah.
Di Amerika Serikat, kedudukan hukum persaingan (Antitrust Law) diibaratkan seperti Magna Carta bagi kebebasan berusaha. Dimana kebebasan ekonomi dan sistem kebebasan berusaha itu sama pentingnya dengan Bill of Rights yang melindungi Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat. Gellhorn dan Kovacic juga menegaskan bahwa hukum ini dapat berfungsi sebagai alat untuk mengontrol penyalahgunaan kekuatan ekonomi dengan mencegah terjadinya praktek monopoli, menghukum kartel, dan juga melindungi persaingan.


DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, AM. Tri. “Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tisak Sehat, Perse Illegal  atau Rule Of Reason”. Cet I . Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.
Deswin Nur, 2008, edisi 11, KPPU dan Pengembangan Kebijakan Persaingan di ASEAN, Majalah Jurnal Kompetisi, KPPU Republik Indonesia, hlm. 16
Puspa, Ningrum Galuh. 2013. Hukum Persaingan Usaha. Yoqyakarta. Aswaja Pressindo.
Rai mantili.  2016, problematika penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia dalam rangka menciptakan kepastian hokum. Jurnal volume 3 nomor 1  tahun 2016 [ISSN2460-1543][e-ISSN2442-83.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar