Kamis, 15 Juni 2017

Mengapa bisa?, Siti Aminatus Sa'diah/160321100055/A

Topik: Fenomena Kenaikan Harga Bahan Kebutuhan Saat Ramadhan
1.1.Latar belakang
ketika sudah memasuki bulan Ramdhan, yang tahun ini bertepatan di akhir bulan Mei hingga akhir Juni, sudah lazim ketika harga bahan-bahan kebutuhan merangkak naik. piha-pihak yang sering mengeluh atas fenomena ini adalah para ibu rumah tangga, yang sebagai manajer di setiap keluarga. Para Ibu rumah tangga akan langsung merasakan dampak dari adanya kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan. Saat ini, di pasar tradisonal Kamal Bangkalan Madura, harga bahan kebutuhan sudah mulai naik.
Kenaikan harga bahan kebutuhan bukan hanya membuat resah para kaum Ibu, namun, kaena pasar Kamal ini berada di lingkungan kampus Univeritas Trunojoyo Madura, maka tidak sedikit mahasiswa yang 'galau'karena adanya fenomena ini. saai ini, harga telur misalnya, sebelum Ramadhan harga telur 18 ribu/kg, namun, sekarang harganya mencapai 21 ribu/kg. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi kombinasi konsumsi para mahasiswa.
jika ditinjau dari sistem distribusi, penjual telur mengaku tidak mengubah agen pemasok, ia tetap di pemasok yang sama, dan pemasok tersebut merupakan peternak ayam petelur, sehingga, perlu dipertayakan lagi, margin harga produk ini dialihkan dari biaya apa? untuk apa? dan bagaimna bisa? jika melihat tidak ada yang berbeda dari sistem distribusinya.
Beberapa mahaiswa berpendapat bahwa harga bahan kebutuhan naik karena masyarakat membiasakan fenomena ini, mereka tidak kaget dengan fenomena ini, padahal tidak ada sebab untuk meyakininya. hingga saat ini, para konsumen hanya berharap agar harga tidak terus naik, karena di bulan Ramadhan banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, slah satunya yaitu estimasi biaya untuk mudik ke kampung halaman

1.2.Permasalahan
Masyarakat melazimkan kenaikan harga bahan kebutuhan saat bulan Ramadhan tanpa menegetahui bagaimana prosesnya.

1.3.Pembahasan
Dari hitungan Kompas.com, jika harga cabai rawit merah di tingkat petani Rp 50.000 per kilogram, dan 10 mata rantai tersebut mengambil keuntungan misalnya Rp 1.000 per kilogram, maka harga cabai pada konsumen atau end user sudah Rp 60.000 per kilogram, atau naik Rp 10.000 per kilogram akibat panjangnya mata rantai tersebut. saat ini perusaaan penyedia  memiliki stok sebesar 1,9 juta ton. Untuk komoditas daging saat ini juga pemerintah memiliki cadangan daging kerbau hingga 40.000 ton dan akan melakukan penambahan stok sebanyak 50.000 ton daging kerbau dari India. Sedangkan gula, Bulog memiliki stok hingga 400.000 ton gula pasir. 

SIMPULAN dan SARAN
pemerintah perlu melakukan pemantauan harga di pasar dengan turun ke pasar dan hal itu akan menenangkan secara psikologi pasar. Enggar bersepakat dengan pelaku usaha toko ritel menetapkan harga acuan tiga komoditas pokok yakni gula Rp 12.500 per kilogram, daging impor dari India Rp 80.000 per kilogram, dan minyak goreng kemasan Rp 11.000 per kilogram. elain menjaga harga dengan stok yang mecukupi, yang perlu diperhatikan adalah rantai tata niaga yang menjadi faktor meningkatnya harga kebutuhan pokok.



Senin, 12 Juni 2017

Pemenuhan Gizi Keluarga dan Fungsionalisasi Pangan Lokal, Siti Aminatus Sa’diah/160321100055/A

Topik : Pemenuhan Gizi Keluarga dan Fungsionalisasi Pangan Lokal
1.1.   Latar Belakang
Keluarga merupakan unit satuan kelompok terkecil dalam masyarakat. Di perekonomian rumah tangga, keluarga berperan penting dalam permintaan suatu prosuk maupun jasa. Di dalam keluarga, berlangsung pemenuhan kebutuhan pangan anggota keluarga. Terkait apa saja yang dikonsumsi anggota keluarga, ibu rumah tangga memiliki andil yang lebih dalam pemenuhan gizi yang diperlukan oleh setiap anggota keluarga. Dengan demikian, keluarga menjadi fasilitator bagi setiap individu untuk mendapatkan haknya dalam mendapatkan gizi yang cukup dan berimbang.

Indonesia memiliki sumberdaya komoditas pangan yang beragam. Keanekaragaman sumber pangan ini dapat menjadi alternatif pilihan yang beragam pula dalam pola konsumsi masyarakat. Masyarakat dapat menerapkan fungsonalisasi pangan Indonesia mulai dari unit rumah tangga atau keluarga. Dalam pengolahannya, ibu rumah tangga akan memiliki segudang ide kreatif untuk mengolah bahan pangan lokal yang membosankan menjadi olahan yang disukai seuruh anggota keluarga. Industri pengolahan komoditaspun dapat memanfaatkan bahan pangan lokal menjadi bahan subtitusi dan inovasi untuk produk yang akan dihasilkannya.

Namun, saat ini, banyak konsumen yang lebih banyak mengkonsumsi makanan-makanan instan yang dapat dengan mudah didapatkan di toko-toko sekitar lingkungan tempat tinggal. Hal sepele, namun secara tidak sadar hal ini mendegradasi pemenuhan gizi bagi keluarga. seorang ibu rumah tangga yang semula selalu mendapatkan sayuran dan berbagai lauk pemenuh kebutuhan di rumah, kini lebih sering berkunjung ke swalayan untuk membeli produk seperti roti, tepung, susu, sereal, mie instan, jus kemasan, dan lain sebagainya.

1.2.  Permasalahan
Dengan sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia, beragamnya alternatif pangan lokal tidak dibarengi dengan pemanfaatan yang tepat. Industri pengolah abhan mentah masih saja terfokus pada olahan tepung dari gandum. Sedangkan gandum bukanla komoditas yang dapat dibudidaya dalam negeri. Berbagai jenis bahan pangan lokal dapat dijadikan alternatif pilihan konsumsi untuk sektor rumah tangga. Bahkan jika ditinjau dari segi gizi yang dimiliki, pangan lokal lebih memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan manusia.

1.3.  Pembahasan

Tentu kita sebagai anggota keluarga yang lain sedikit banyak akan merasakan dampak dari perubahan pola konsumsi. Dalam pemenuhan gizi keluarga, Ibu berperan penting dalam mengatur apa saja yang akan dikonsumsi oleh segenap keluarganya. Sudah sepantasnya kita memberikan yang terbaik yang kita bisa untuk orangorang yang tersayang. Bahkan, jika ditinjau lebuh lanjut, justru banah-bahan makanan instan lebih mahal jika dibandingkan dengan harga bahan-bahan alami, seprti sayur, ikan segar, tempe, dan berbagai variasi pangan lainnya.
Dalih sebagai wanita karir, kini banyak  digunakan atas permasalhan tersebut. alasan-alasan seperti kesibukan, menjadikan anak terbiasa mengkonsumsi sereal di pagi hari sebelum berangkat sekolah. bukan berarti sereal itu tidak baik bagi kesehatan, namun, sebagai masyarakat Indonesia, sudah selayaknya kita menyesuaikan pola konsumsi dengan sumberdaya yang ada di negeri ini. seperti yang kita ketahui, Indonesia dikenal sebgai negeri yang kaya akan keanekaragaman hayati. Harapan pola konsumsi yang berimbang sebenarnya dapat dicapai dengan pemenuhan gizi dari hasil pangan lokal.
Untuk menyikapi permasalahan seperti ini, perlu adanya sinergi usaha dari sektor keluarga dalam pola konsumsi, sektor industri dalam hal pengolahan bahan pangan lokal, dan pemerintah untuk mengendalikan laju permintaan produk yang kurang semestinya.


Daftar Pustaka

Yuwono, Triwibowo. 2011. Pembangunan Pertanian: Membangun Kedaulatan Pangan. Yogyakarta: Gadjah Mada Yniversity Press.
Soetriono, Suwandari Anik, dan Rijanto. 2003. Pengantar Ilmu Pertanian. Jember: Banyumedia Publishing.



Senin, 05 Juni 2017

Impor Gandum dan Ketahanan Pangan Nasional, Siti Aminatus S’diah/160321100055/A

Topik : Impor Gandum dan Ketahanan  Pangan Nasional

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kebutuhan terrhadap pangan adalah salah satu kebutuhan yang paling dasar, sehingga dalam pemenuhannya harus diperhatikan dan disikapi secara bijak, karena menyangkut dengan hak asasi setiap manusia. Sebagai masyarakat Indonesia, pola konsumsi pangan banyak didominasi oleh hasil pertania Indonesia. Hal ini menciptakan peluang agar Indonesia dapat menjadi negara yang mandiri. Berbagai jenis tanaman pangan dapat tumbuh subur di tanah Indonesia. Dengan demikian, ketahanan pangan di Indonesia dapa diisi dengan komoditas dalam negeri.
Di sisi lain, tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan ketahanan pangan yaitu jumlah penduduk Indonesia yang setiap tahunnya terus meningkat, sehingga kebutuhan terhadap komoditas pangan meningkat pula. Seiring berjalannya waktu, pola konsumsi mulai bergeser, dari yang sebelumnya diisi dengan komoditas dalam negeri, kini masyarakat cenderung gemar mengkonsumsi makanan yang terbuat dari tanaman pangan yang tidak dapat dibudidaya di dalam negeri. Permintaan terhadap komoditas gandum semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Permasalahan ini membuat pemerintah akhirnya melakukan impor komoditas gandum untuk permintaan dalam negeri.
Berdasarkan  pemaparan masalah di atas, jika kondisi ini terus dibiarkan berlanjut, tidak menutup kemungkinan jika 5 tahun kedepan Indonesia akan menjadi nagara yang bergantung kepada negara lain untuk kebutuhan pangan. Untuk menyikapi masalah ini, perlu dilakukan pengkajian yang lebih mendalam terkait kebutuhan pangan Indonesia.  Hal ini dilakukan dalam upaya untuk menemukan solusi agar negara Indonesia tidak konsumtif terhadap komoditas gandum, sehingga menjadikannya bergantung pada negara lain.

1.2. Permasalahan
Jumlah penduduk Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya. Jika permintaan terhadap gandum terus dibiarkan tanpa dikontrol dan dikendalikan oleh pemerintah, maka Indnesia akan menjadi konsumtif terhadap komoditas gandum. Sementara, komoditas ini tidak dapat diproduksi dalam negeri, malainkan harus diimpor dari luar negeri untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Tingkat pertumbuhan penduduk akan meningkatkan jumlah permintaan gandum. Padahal, tanah Indonesia dapat digunakan untuk membudidayakan berbagai jenis tanaman pangan yang lain.
Sebelum era reformasi, masyarakat baik-baik saja dengan pola konsumsi pangan komoditas dalam negeri, seperti umbi-umbian dan jagung, meskipun pada akhirnya banyak didominasi oleh beras atau padi.

1.3.Pembahasan
Berdasarkan data produktivitas komoditas pangan di Indoonesia, untuk pemenuhan permintaan terhadap padi,Pulau Jawa masih menjadi lumbung padi di Indnesia, dengan jumlah produksi yang terus meningkat. Akan tetapi, pada perhitungan jumlah produktivitas padi nasional, jumlahnya semakin menurun. Berbeda dengan komoditas jagung, produktivitas di pulau jawa dan perhitungan nasionalnya terus meningkat. Pada komoditas kedelai, , produktivitasnya semakin menurun, dari 646.839 ton (2009) menjadi 541.935 ton pada tahu  2013. Sedangakan komoditas pangan uni kayu relatif konstan, namun ubi jalar terus meningkat.
Dengan kondisi yang dipaparkan di atas, sebagai masyarakat yang peduli terhadap ketahanan pangan, baiknya dilakukan peningkatan produktivitas dan kualitas komoditas dalam negeri. Saat ini, banyak teknologi yang mengembangkan komoditas pangan lokal untuk diolah menjadi produk yang dihasilkan oleh komoditas gandum yang tidak kalah dalam segi nutrisi dan rasa. Bahkan, jika jika ditinjau dari segi harga, produk olahan dari komoditas lokal lebih murah.
Pemerintahpun harus mengambil kebijakan yang tegas dan tepat untuk mengantisipasi masalah yang akan ditimbulkan selanjutnya. Sumberdaya di Indonesia, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia, dapat disinergikan dengan lebih baik lagi dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional. Sudah selayaknya pemerintah memandang potensi komoditas dalam negeri sebagai komoditas unggulan, dan bukannya digantikan dengan komoditas luar negeri, yang dilihat dari aspek manapun tidak memiliki sisi benefit bagi masyarakat Indonesia.

SIMPULAN & SARAN

Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara yang mandiri terhadap komoditas pangan. Jika terdapat komoditas yang memang perlu didatangkan dari luar negeri, maka jumlahnya harus dikendalikan oleh pemerintah, agar ketahanan pangan dapat tercapai. Di kondisi saat ini, dengan maraknya impor gandum secara besar-besaran, sebagai konsumen, ada baiknya kita menjadi konsumen yang bijak dalam menentukan apa yang akan kita konsumsi dengan mempertimbangkan ketahanan pangan nasional. Jika kebutuhan nutrisi dapat dipenuhi dari komoditas lokal, mengapa harus mengimpor komoditas luar negeri dalam jumlah yang relatif besar. Peningkatan produkivitas dan mutu sangat dianjurkan untuk meningkatkan nilai ekonomis produk.


Referensi: Dirhamsyah, Tedi, dkk. 2016. Ketahanan Pangan, Kemandirian Pangan dan Kesejahteraan Masyarakat Daerah Rawan Pangan di Jawa. Yogyakarta: Plantaxia.

Kamis, 01 Juni 2017

Pemenuhan Gizi Keluarga dan Fungsionalisasi Pangan Lokal

Di saat ini, banyak konsumen yang lebih banyak mengkonsumsi makanan-makanan instan yang dapat dengan mudah didapatkan di toko-toko sekitar lingkungan tempat tinggal. Hal sepele, namun secara tidak sadar hal ini mendegradasi pemenuhan gizi bagi keluarga. seorang ibu rumah tangga yang semula selalu mendapatkan sayuran dan berbagai lauk pemenuh kebutuhan di rumah, kini lebih sering berkunjung ke swalayan untuk membeli produk seperti roti, tepung, susu, sereal, mie instan, jus kemasan, dan lain sebagainya.
Tentu kita sebagai anggota keluarga yang lain sedikit banyak akan merasakan dampak dari perubahan pola konsumsi. dalam pemenuhan gizi keluarga, Ibu berperan penting dalam mengatur apa saja yang akan dikonsumsi oleh segenap keluarganya. sudah sepantasnya kita memberikan yang terbaik yang kita bisa untuk orangorang yang tersayang. Bahkan, jika ditinjau lebuh lanjut, justru banah-bahan makanan instan lebih mahal jika dibandingkan dengan harga bahan-bahan alami, seprti sayur, ikan segar, tempe, dan berbagai variasi pangan lainnya.
dalih sebagai wanita karis, kini banyak  digunakan atas permasalhan tersebut. alasan-alasan seperti kesibukan, menjadikan anak terbiasa mengkonsumsi sereal di pagi hari sebelum berangkat sekolah. buak berarti sereal itu tidak baik bagi kesehatan, namun, sebagai masyarakat Indonesia, sudah selayaknya kita menyesuaikan pola konsumsi dengan sumberdaya yang ada di negeri ini. seperti yang kita ketahui, Indonesia dikenal sebgai negeri yang kaya akan keanekaragaman hayati. Harapan pola konsumsi yang berimbang sebenarnya dapat dicapai dengan pemenuhan gizi dari hasil pangan lokal.

Fenomena Kenaikan Harga Bahan Kebutuhan

Selamat siang, selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan bagi yang menjalankan. Semoga ibadahnya lancar dan diterima oleh Tuhan, Amiin.
ketika sudah memasuki bulan Ramdhan, yang tahun ini bertepatan di akhir bulan Mei hingga akhir Juni, sudah lazim ketika harga bahan-bahan kebutuhan merangkak naik. piha-pihak yang sering mengeluh atas fenomena ini adalah para ibu rumah tangga, yang sebagai manajer di setiap keluarga. Para Ibu rumah tangga akan langsung merasakan dampak dari adanya kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan. Saat ini, di pasar tradisonal Kamal Bangkalan Madura, harga bahan kebutuhan sudah mulai naik.
Kenaikan harga bahan kebutuhan bukan hanya membuat resah para kaum Ibu, namun, kaena pasar Kamal ini berada di lingkungan kampus Univeritas Trunojoyo Madura, maka tidak sedikit mahasiswa yang 'galau'karena adanya fenomena ini. saai ini, harga telur misalnya, sebelum Ramadhan harga telur 18 ribu/kg, namun, sekarang harganya mencapai 21 ribu/kg. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi kombinasi konsumsi para mahasiswa.
jika ditinjau dari sistem distribusi, penjual telur mengaku tidak mengubah agen pemasok, ia tetap di pemasok yang sama, dan pemasok tersebut merupakan peternak ayam petelur, sehingga, perlu dipertayakan lagi, margin harga produk ini dialihkan dari biaya apa? untuk apa? dan bagaimna bisa? jika melihat tidak ada yang berbeda dari sistem distribusinya.
Beberapa mahaiswa berpendapat bahwa harga bahan kebutuhan naik karena masyarakat membiasakan fenomena ini, mereka tidak kaget dengan fenomena ini, padahal tidak ada sebab untuk meyakininya. hingga saat ini, para konsumen hanya berharap agar harga tidak terus naik, karena di bulan Ramadhan banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, slah satunya yaitu estimasi biaya untuk mudik ke kampung halaman.