Rabu, 13 Juni 2018

UAS SMT GENAP


UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP  TA 2017/2018

Mata Kuliah: HUKUM DAN ETIKA  BISNIS
Program Studi / Kelas : AGRIBISNIS/A
Semester: IV

OLEH SITI AMINATUS SA’DIAH
160321100055

KASUS 3
Dalam perlindungan konsumen, konsumen berhak menerima segala informasi yang berkaitan dengan produk yang dikonsumsi. Dalam hal ini, David ML. Tobing tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya. Berbagai kendala yang dihadapi oleh perusahaan (maskapai) sebenarnya harus segera disampaikan pada penumpang. Kesalahan dari maskai berujung pada kerugian yang harus ditanggung oleh David ML. Tobing akibat tidak menerima konfirmasi keterlambatan pemberangkatan penerbangan.

Menurut undang-undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dapat dikatakan bahwa penumpang tidak mendapat produk yang semestinya ia terima tanpa adanya kofirmasi apapun. Maka, hal ini dapat dilakukan gugatan atas asimetris informasi produk yang ditawarkan. Hal ini sangat bertentangan dengan perilaku yang dilarang bagi pengusaha, yaitu dilarang memperdagangkan produk yang tidak sesuai dengan yang ditawarkan.

KASUS 4
Persekongkolan yang dilakukan oleh Yamaha dan Honda belum dapat dikatakan sebagai perilaku monopoli, karena dalam hal ini kedua perusahaan tersebut tidak merugikan perusahaan lain dengan cara yang merugikan dan mengintimidasi. Tidakan yang diambil berupa penyesuaian harga jual motor merupakan kesepakatan yang menunjukkan tingkat efisiensi biaya produksi dua perusahaan yang berbeda. Serta, harga yang ditetapkan tidak merusak harga pasar, sehingga preferensi konsumen dapat dikatakan netral. Konsumen memilih produk dari dua perusahaan ini berdasarkan spesifikasi dibanding harganya.

KASUS 5
PT DI memiliki hutang yang masih dapat dibayar, namun sudah mencapai batas waktu pengembalian, sehingga para kreditor melaporkan kasus ini pada pengadilan. Setelah diurus di pengadilan, maka harta yang dapat digunakan sebagai pelunas hutang dibagi oleh pegadilan kepada para kreditor sesuai proporsi debit yang diambil oleh PT DI. Untuk melakukan proses menyatakan pailit ini, pihak pemohon harus memenuhi berbagai prosedur yang berlaku, mulai dari melakukan registrasi, pengumpulan bukti, hingga persidangan yang akan membuahkan keputusan tentang pernyataan pailit dan penyelesaian hutang perusahaan terhadap kreditor.


PERLINDUNGAN HAK DAN KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI) DALAM BISNIS


Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HaKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual.

Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa HaKI atau HKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kretif suatu kemampuan daya berpikir manusia yang mengepresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang khidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis yang melindungi karya-karya intelektual manusia tersebut.

Sistem HaKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HaKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.

Tujuan dan Manfaat HAKI

2.2.1. Meningkatkan posisi perdagangan dan investasi
2.2.2. Mengembangkan teknologi
2.2.3. Mendorong (perusahaan) untuk bersaing secara internasional
2.3.4. Dapat membatu komersialisasi suatu invensi
2.3.5. Dapat mengembangkan sosial budaya
2.3.6. Dan dapat menjaga reputasi internasional untuk kepentingan ekspor

Adapun Manfaat Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah :

1.  Memberikan perlindungan hukum sebagai insentif bagi pencipta inventor dan desainer dengan memberikan hak khusus
     untuk mengkomersialkan hasil dari kreativitasnya dengan menyampingkan sifat tradisionalnya.
2.  Menciptakan iklim yang kondusif bagi investor.
3.  Mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan penemuan baru di berbagai bidang teknologi.
4.  Sistem Paten akan memperkaya pengetahuan masyarakat dan melahirkan penemu-penemu baru.
5.  Peningkatan dan perlindungan HKI akan mempercepat pertumbuhan indrustri, menciptakan lapangan kerja baru,
     mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas hidup manusia yang memberikan kebutuhan masyarakat
     secara  luas.
6.  Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman suku/ etnik dan budaya serta kekayaan di bidang seni, sastra
     dan budaya serta ilmu pengetahuan dengan pengembangannya memerlukan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
     yang lahir dari keanekaragaman tersebut.
7.  Memberikan perlindungan hukum dan sekaligus sebagai pendorong kreatifitas bagi masyarakat.
8.  Mengangkat harkat dan martabat manusia dan masyarakat Indonesia.
9.  Meningkatkan produktivitas, mutu, dan daya saing produk ekonomi Indonesia.

2.3. Macam HAKI

2.3.1. Hak Cipta (copyright)
Menurut Direktorat Jendral HAKi yang tertuang dalam buku panduan Hak Kekayaan Intelektual (2006 : 09) adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan.
– pembatasan menurut peraturan perundang
– undangan yang berlaku.
Dimaksudkan dengan pengumuman, di sini tercakup juga hak untuk menjual, memamerkan, mengedarkan dan lain sebagainya dengan menggunakan alat apapun termasuk melalui media internet sehingga ciptaan itu bisa dinikmati oleh orang lain. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Dimaksudkan dengan ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran suatu ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban. Namun demikian pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa dikemudian hari terhadap ciptaan tersebut.
2.3.2. Paten (Patent)
Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang lain berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan.
2.3.3. Merk Dagang (Trademark)
Merk dagang digunakan oleh pebisnis untuk mengidentifikasikan sebuah produk atau layanan. Merk dagang meliputi nama produk atau layanan, beserta logo, simbol, gambar yang menyertai produk atau layanan tersebut. Berbeda dengan HAKI lainnya, merk dagang dapat digunakan oleh pihak lain selain pemilik merk dagang tersebut, selama merk dagang tersebut digunakan untuk mereferensikan layanan atau produk yang bersangkutan. Merk dagang diberlakukan setelah pertama kali penggunaan merk dagang tersebut atau setelah registrasi.
2.3.4. Rahasia Dagang (Trade Secret)
Berbeda dari jenis HAKi lainnya, rahasia dagang tidak dipublikasikan ke publik. Sesuai namanya, rahasia dagang bersifat rahasia. Rahasia dagang dilindungi selama informasi tersebut tidak ‘dibocorkan’ oleh pemilik rahasia dagang.
2.3.5. Perlindungan Varietas Tanaman
Adalah hak khusus yang diberikan negara pada pemulia varietas tanaman dari sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, buah biji,sekurang-kurangnya satu sifat menentukan dan apabila diperbanyak tak mengalami perubahan.

Daftar Pustaka


Febriharini, Mahmuda P.  2016. Eksistensi Hak Atas Kekayaan Intelektual Terhadap Hukum Siber.  Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang ISSN : 2302-2752, Vol. 5 No. 1, 2016.
Komar Kantaatmadja, Mieke. 2002. Cyber Law: Suatu Pengantar. Jakarta:  ELIPS Project.

DIKSUSI SEPUTAR HUKUM ETIKA BISNIS


HAKI
1.    Vika Ayu T W
Berapa lama jangka waktu perolehan hak paten?
Jawab : jangka waktu yang diterima adalah 20 tahun, setelah 20 tahun akan dianggap milik publik.
2.    Zainal Hasan
Bagaimana cara untuk pendapatkan hak cipta?
Jawab: dengan cara registrasi HAKI dan meemnuhi segala persyaratan yang harus dipenuhi.
3.    Fajar Kusuma Arif
Apakah terdapat kesamaan atau perbedaan pada pengajuan hak cipta produk dan karya?
Jawab: Lembaga yang menangani sama, namun pengujinya berbeda.
4.    Tutik Wahyuni
Mengapa hak cipta disebut dengan benda bergerak?
Jawab: karena karya tidak tergabung dengan tanah yang pada dasarnya adalah benda tidak bergerak.
5.    Nanin Hardiyanti
Bagaimana mengusahakan HAKI orang lain pada pembuatan kue dengan karakter kartun yang terkenal?
Jawab: sebenarnya hal tersebut melanggar hak cipta, namun jika usaha dalam skala kecil dan tidak ada yang melaporkan merasa kerugian, maka dapat diteruskan.

HUKUM PASAR MODAL
1.    Suci Angriva (160321100043)
Apa hubungan obligasi terhadap modal?
Jawab: obligasi merupakan salah satu bentuk harta yang terdapat pada pasar modal, yaitu berupa surat-surat berharga atas kepemilikan harta piutang.
2.    Yusli (160321100017)
Alternatif apa yang dberikan oleh reksadana?
Jawab: berupa metode dan instrumen yang tepay sesuai dengan kebutuhan pasar.

PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS
1.    Suci Angriva
Berikan contoh studi kasus sengketa bisnis!
Jawab: perjanjian antara pelaku usaha di suatu firma dengan sistem pembagian hasil 50.50. ketika suatu kondisi usaha tersebut mendapatkan kendala, sehingga usaha rugi, salah satu pelaku usahanya tidak berkenan menanggung besarnya kerugian sebanyak 50;50, karena merasa pada peride tersebut sumbangan input yang ia berikan lebih dari 50%.
2.    Safira W
Apa perbedaan antara sengketa dengan kepailitan?
Jawab: kepailitan merupakan kondisi dimana suatu perusahaan memiliki sejumlah hutang dalam jumlah besar yang tidak mampu melunasinya, sehingga dilaporkan sebagai perusahaan yang pailit kepada pengadilan. Dengan berbagai prosedur, maka perusahaan dapat dinyatakan pailit jika memenuhi kriteria tettentu. Sedangkan sengketa merupakan permasalahan yang berdasar pada perbedaan persepsi atas suatu kepemilikan dan objek masalah.

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat


Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan yang dimaksud dengan Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pemerintah membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang betugas menilai apakah suatu perjanjian atau kegiatan usaha bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 1999. KPPU  merupakan suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain dan  bertanggung jawab kepada Presiden (pasal 30 UU No. 5 Tahun 1999).
Dalam menilai apakah dalam suatu merger telah terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, KPPU berpedoman pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa penilaian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”) mengenai apakah suatu akusisi mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dengan melakukan analisa sebagai berikut:
1.    Konsentrasi pasar artinya menilai apakah akuisisi dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan  Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2.    Hambatan masuk pasar artinya mengidentifikasi hambatan masuk pasar (entry barrier) dalam pasar yang bersangkutan. Apabila  di pasar eksistensi  entry barrier rendah maka akuisisi cenderung tidak menimbulkan dugaan praktik monopoli, namum dengan eksistensi hambatan masuk pasar yang tinggi berpotensi menimbulkan dugaan praktik monopoli
3.    Potensi perilaku anti persaingan artinya penilaian jika akuisisi melahirkan satu pelaku usaha yang relatif dominan terhadap pelaku usaha lainnya di pasar, memudahkan pelaku usaha tersebut untuk menyalahgunakan posisi dominannya untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan dan mengakibatkan kerugian konsumen..
4.    Efisiensi yaitu penilaian jika akusisi dilakukan dengan alasan untuk efisiensi perusahaan. Dalam hal ini, perlu dilakukan perbandingan antara efisiensi yang dihasilkan dengan dampak anti-persaingan yang dicapai dalam merger tersebut. Jika nilai dampak anti-persaingan melampaui nilai efisiensi yang dihasilkan akusisi, maka persaingan yang sehat akan lebih diutamakan dibanding mendorong efisiensi bagi pelaku usaha.
5.    Kepailitan artinya yaitu  penilaian jika akusisi dilakukan dengan alasan menghindari terhentinya badan usaha tersebut beroperasi di pasar. Apabila badan usaha tersebut keluar dari pasar dan menyebabkan kerugian konsumen lebih besar, maka akusisi tersebut tidak berpotensi menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
2.2        MACAM-MACAM LARANAGN MONOPOLI
1.   Monopoli
     Pelaku usaha Pasal 17
Dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang akan mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasanaran barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a.         Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya;
b.        Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan uasah barang dan atau jasa yang sama;
Penjelasan : yang dimaksud dengan pelaku usaha lain adalah pelaku usaha yang mempunyai kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar bersangkutang.
c.         Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2.   Monopsoni
     Pelaku usaha Pasal 18
Dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar persaingan. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Patut diduga dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a.      Apabila satu usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis baerang atau jasa tertentu.
3.   Penguasaan Pasar
     Pelaku usaha Pasal 19
Dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
a.      Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melekukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
Penjelasan : menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu tidak boleh dilakukan dengan cara yang tidak wajar atau dengan alasan non-ekonomi, misalnya karena perbedaan suku, ras, status social, dan lain-lain.
b.      Menghalagi konsumen atau pelanggan pelaku usaha persaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu.
c.      Membatasi perbedaan dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan.
d.      Melakukan praktek monopoli terhadap pelaku usaha tertentu.
Pelaku usaha Pasal 20
         Dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jaul rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya dipasar bersangkutan. Sehingga  dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
     Pelaku usaha Pasal 21
          Dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian komponen harga barang dan atau jasa yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Penjelasan : kecurangan dalam menerapakan biaya produksi dan biaya lainnya adalah pelanggran terhadap peraturan perundang-undanagan yang berlaku untuk memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya.
4.   Persekongkolan
Pelaku usaha Pasal 22
     Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehinngga dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat. Penjelasan : tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan untuk mengadakan barang-barang atau menyediakan jasa.
Pelaku usaha Pasal 23
     Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha persaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehinngga dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Pelaku usaha Pasal 24
     Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghmbat produksi adan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok dipasar bersangkurtan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

2.3 PENGERTIAN KPPU
Sesuai dengan ketentuan UU 5/1999, KPPU adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain. KPPU bertanggung jawab kepada presiden dan anggota komisi ini diangkat dan diberhenkan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari orang-orang yang memiliki pengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan/atau ekonomi. Pembentukan KPPU serta organisasinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Oleh sebab itu, dak diragukan lagi bahwa secara formal maka komisi ini memiliki posisi yang independen dan cukup untuk bebas melaksanakan kewenangan-kewenangan yang diberikan kepadanya.
2.4  PENEGAKAN HUKUM dan PERSAINAGAN DI INDONESIA
Hukum persaingan merupakan salah satu perangkat hukum penting dalam ekonomi pasar (market economy). Melalui hukum persaingan usaha, pemerintah berupaya melindungi persaingan yang sehat antar pelaku usaha di dalam pasar. Khemani (1998) menjelaskan bahwa persaingan yang sehat akan memaksa pelaku usaha menjadi lebih efisien dan menawarkan lebih banyak pilihan produk barang dan jasa dengan harga yang lebih murah.
Di Amerika Serikat, kedudukan hukum persaingan (Antitrust Law) diibaratkan seperti Magna Carta bagi kebebasan berusaha. Dimana kebebasan ekonomi dan sistem kebebasan berusaha itu sama pentingnya dengan Bill of Rights yang melindungi Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat. Gellhorn dan Kovacic juga menegaskan bahwa hukum ini dapat berfungsi sebagai alat untuk mengontrol penyalahgunaan kekuatan ekonomi dengan mencegah terjadinya praktek monopoli, menghukum kartel, dan juga melindungi persaingan.


DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, AM. Tri. “Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tisak Sehat, Perse Illegal  atau Rule Of Reason”. Cet I . Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.
Deswin Nur, 2008, edisi 11, KPPU dan Pengembangan Kebijakan Persaingan di ASEAN, Majalah Jurnal Kompetisi, KPPU Republik Indonesia, hlm. 16
Puspa, Ningrum Galuh. 2013. Hukum Persaingan Usaha. Yoqyakarta. Aswaja Pressindo.
Rai mantili.  2016, problematika penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia dalam rangka menciptakan kepastian hokum. Jurnal volume 3 nomor 1  tahun 2016 [ISSN2460-1543][e-ISSN2442-83.

Senin, 28 Mei 2018

Resume Kuliah Tamu

KULIAH TAMU
OLEH KASAN MUHRI
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan

Angan sebagai sektor penggerak pertumbuhan dan daya saing ekonomi, serta penciptaan kemakmuran rakyat. Perdagangan bebas diatur oleh kesepakatan bersama antar negara yan g menjalin kerjasama. Salah satu isu yang diangkat dalam hubungan internasional adalah hambatan non tarif pada sistem perdagangan internasional. Melihat hal demikian, sangat miris jika melihat komoditas buah salak dan manggis yang hingga saat ini belum dapat menembus pasar China. Hal ini disebabkan karena kekhawatiran akan populasi lalat buah.

Meninjau sistem ekspor dan impor yang dilakukan Indonesia, hingga saat ini Indonesia masih belum dapat mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki. Memang ebnar kuantiatas produk yang diimpor dalam skala yang tidak kecil, namun merupakan produk primer, dengan kata lain tidak diolah terlebih dahulu. Hal ini dapat dikatakan bahwa Indonesia hanya menjual produk mentah hasil alam, tanpa memasukkan unsur skill ke dalamnya.
Hasil kesepakatan negara-negara yang menjalin kerjasama selanjutnya akan diikuti oleh perusahaan dalam negeri yang tergabung. Ini merupakan bentuk keberlanjutan kenijakan pemerintah agar sistem perdagangan terintegrasi dengan baik dan dapat bersaing di pasar internasional.

Hasil kesepakatan negara-negara yang menjalin kerjasama selanjutnya akan diikuti oleh perusahaan dalam negeri yang tergabung. Ini merupakan bentuk keberlanjutan kenijakan pemerintah agar sistem perdagangan terintegrasi dengan baik dan dapat bersaing di pasar internasional.

Semoga bermanfaat.

Rabu, 02 Mei 2018

Konsep Perlindungan Konsumen

Pengertian Pelaku Usaha

            Menurut Pasal 1 angka 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa “pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hokum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.


Pengertian Konsumen

            Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian tersebut secara harfiah diartikan sebagai ”orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu ” atau ”sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”. Amerika Serikat mengemukakan pengertian ”konsumen” yang berasal dari consumer berarti ”pemakai”, namun dapat juga diartikan lebih luas lagi sebagai ”korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula oleh korban yang bukan pemakai


Azas Perlindungan Konsumen

            Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, asas perlindungan konsumen adalah diselenggarakan sebagai usahs bersama 5 (lima) asas yang relevan dalam pembagunan nasional, yaitu:
1.    Asas manfaat yaitu mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.    Keadilan yaitu agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3.    Keseimbangan yaitu untuk memberikan keseimbangan antra kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.
4.    Keamanan dan keselamatan konsumen yaitu untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.    Kepastian hukum yaitu agar pelaku usaha mampu konsumen menaati hokum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakn perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Dari kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan substansinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian asas yaitu:
1.    Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen.
2.    Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan.
3.    Asas kepastian hukum.


Tujuan Perlindungan Konsumen

      Tujuan perlindungan konsumen juga diatur dalam pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu:
1.    Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2.    Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang atau jasa.
3.    Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menunntut hak-haknya sebagai konsumen.
4.    Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsure kepastian hokum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5.    Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumsen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6.    Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.



Hak dan Kewajiban Konsumen

       Menurut Janus Sidabalok dalam bukunya "Hukum Perlingdungan Konsumen di Indonesia" menyebutkan ada tiga macam hak konsumen, meliputi :
a.    Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang diperoleh sejak lahir. Seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernafas. Hak tersebut tidak dapat diganggu gugat oleh negara bahkan negara wajib menjamin pemenuhannya.
b.    Hak ang lahir dari hukum, merupakan hak yang diberikan oleh negara kepada rakyatnya. Hal tersebut disebut hak hukum.
c.    Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak tersebut berdasarkan pada perjanjian atau kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain. Contohnya : pada peristiwa jual beli. Hak seorang pembeli adalah menerima barang, sementara hak seorang penjual adalah menerima uang.
Adapun hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4 UUPK, yakni :
a.    Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Tujuan konsumen dalam mengkonsumsi barang adalah untuk mendapatkan manfaat dari barang tersebut. Serta perolehan manfaat pada barang tidak mengancam keselamatan dan harus menjamin kenyamanan dan kemanan konsumen.
b.    Hak untuk memilih barang dan mendapatkan baang sesuai dengan nilai tukar serta maupun jaminan yag dijanjikan. Maka dari itu, konsumen haarus diberi kebebasan dalam memilih barang yang akan di konsumsi. Kebebasan dalam memilih barang menunjukkan tidak ada unsru paksaan.
c.    Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang. Tindakan sebelum konsumen memilih barang, tentunya telebih dahulu mendapatkan informasi yang jelas akan barang yang akan di konsumsi. Karena informasi tersebut menjadi landasan konsumen dalam memilih barang.
d.    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang yang digunakan. Tidak jarang konsumen memperoleh kerugian dalam mengkonsumsi suatu barang. Hal tersebut menunjukkan  ada suatu kelemahan pada barang diproduksi atau disediakan oleh pelaku usaha.
e.    Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Pelaku usaha tentu sangat memahami mengenai barang. Sedangkan di sisi lain, konsumen sama sekali tidak memahami apa saja proses yang dilakukan oleh pelaku usaha guna menyediakan barang  yang dikonsumsi. Sehingga posisi konsumen lebih lemah dibanding pelaku usaha. Oleh karena itu diperlukan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa yang patut bagi konsumen.
f.     Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Pada umumnya posisi konsumen lebih lemah dibanding posisi pelaku usaha. Untuk itu pelaku usaha harus memberikan pembinaan dan pendidikan yang baik dan benar kepada konsumen. Pembinaan dan pendidikan tersebut mengenai bagaimana cara mengkonsumsi yang bermanfaat bagi konsumen, bukannya berupaya untuk mengeksploitasi konsumen.
g.    Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Sudah merupakan hak asasi manusia untuk diperlakukan sama. Pelaku usaha harus memberikan pelayanan yang sama kepada semua konsumennya, tanpa memandang perbedaan idiologi, agama, suku, kekayaan, maupun status sosial.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian, apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Inilah inti dari hukum perlindungan konsumen. tujuan dari pemberian kompensasi, ganti rugi, atau penggantian adalah untuk  mengembalikan keadaan konsumen ke keadaan semula, seolah-olah peristiwa yang merugikan konsumen itu tidak terjadi.
h.    Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya. Hak konsumen sebenarnya sangat banyak dan bisa terus bertambah. Adanya ketentuan ini membuka peluang bagi pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak konsumen yang tidak diatur pada ketentuan diatas.
Kewajiban-kewajiban konsumen yang diatur dalam Pasal 5 UU PK adalah:
a.    Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. Tidak
bisa dipungkiri bahwa seringkali konsumen tidak memperoleh manfaat yang
maksimal, atau bahkan dirugikan dari mengkonsumsi suatu barang/jasa. Namun setelah diselidiki, kerugian tersebut terjadi karena konsumen tidak mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian yang telah disediakan oleh pelaku usaha.
b.    Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa Tak jarang pula konsumen tidak beritikad baik dalam bertransaksi atau mengkonsumsi barang. Hal ini tentu saja akan merugikan khalayak umum, dan secara tidak langsung konsumen telah merampas hak-hak orang lain.
c.    Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Ketentuan ini sudah jelas, ada uang, ada barang.
d.    Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, patut diartikan sebagai tidak berat sebelah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK sebagai berikut :
a.    Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
b.    Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c.    Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d.    Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
e.    Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban-kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK meliputi :
a.   beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b.   memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c.    memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d.    menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e.    memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f.     memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g.    memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.


Perbuatan yang dilarang Oleh Pelaku Usaha

Sesuai Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, secara khusus mengatur mengenai perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha,seperti larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan, larangan dalam menawarkan, larangan-larangan dalam penjualan secara obral/ lelang, dan dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan.
1. Larangan dalam memproduksi/ memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
a) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto;
c) Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d) Tidak sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label, etika , atau keterangan barang atau jasa tersebut;
e) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label;
f) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal;
g) Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto.
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.


Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Tanggung jawab pelaku usaha tercantum dalam Pasal 19 UUPK 8/1999, yaitu:
1.    Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2.    Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.    Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah  tanggal transaksi.
4.    Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5.    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.


Diskusi:
1.    Rasita Risky A 160321100033
“Bagaimana yang dimaksud dengan romosi/ penawaran yang benar?”
Jawab: penawaran produk yang berbahaya dan mengandung unsur plagiasi.
2.    Qutsiati Utami 160321100028
“ Aapakah perlindungan konsumen juga berlaku bagi konsumen yang melakukan transaksi online?”
Jawab: Perlindungan konsumen juga berlaku untuk pasar online. Hal ini juga diatur dalam UU Nomor 8 Th 1999 ttg perlindungan konsumen dan Peraturan Pemerintah Nmr 82 th 2012 ttg penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik.”
3.    Suci Angriva 160321100043
“ Apakah konsumen tidak mendapat perlindungan atas kerugian yang ditanggung dalam pengiriman barang dari produsen?”
Jawab: Kejadian yang demikian tidak termasuk dalam perlindungan konsumen. (Safira W 36) Termasuk perlindungan konsumen, sesuai pasal 4, bahwa pelaku usaha harus bertanggungjawab atas kegiatan usaha. (Ahmad Wildan F 57) konsumenberhak mendapat nilai tukar yang sama dengan transaksi. (Zainal H) Konsumen harus dilindungi sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.
4.    Rofif Insan S
“ Jelaskan lebih rinci atas perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha!”
Jawab:
1.    Larangan dalam memproduksi/ memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
a) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto;
c) Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d) Tidak sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label, etika , atau keterangan barang atau jasa tersebut;
e) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label;
f) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal;
g) Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto.
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
5. Nurie Agustina A 160321100065
“ Bagaimana sanksi bagi pelaku usaha yang menjual produk kadaluarsa?”
Jawab: pasal 62 ayat 1, hukuman pidana maksimal 2 tahun dan denda.
6.    Syafafotul Q B 160321100053
“ Sanksi apa yang tepat bagi pelaku usaha yang menual produk tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan pada konsumen?”
Jawab: pengembalian barang yang tidak sesuai, baik dari produsen maupun ritel.
7.    Yusli 160321100017
“ Bagaimana tindakan atas pelelangan barang sitaan? Padahal telah diatur bahwa pelaku usaha dilarang untuk melakukan pelelangan.”

Jawab: yang dimaksud dalam pasal adalah mengobral produk yang dikatakan berkualitas, namun kenyataannya tidak emikian. (Vika Ayu) hal tersebut tidak termasuk dalam kegiatan usaha.



Daftar Pustaka

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Az. Nasution, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Daya Widya, Jakarta.
Janus Sidabalok. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 3
Janus Sidabalok. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Cetakan ke-1. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung
Lastini. 2016. Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Lex Privatum, Vol. IV/No. 6.

Munir Fuady. 2008. Pengantar Hukum Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: P.T.Raja Grafindo
Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Rajawali. Jakarta, h. 54.